POSTINGAN 7
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Sesuai janji saya, saya akan memberikan postingan selanjutnya
Mata Amak menerawang sebentar.
''buyuang, sejak waang masih di kandungan , Amak selalu punya cita cita,''mata Amak kembali menatapku.
''Amak ingin anak laki lakiku menjadi seorang pemimpin agama yang hebat dengan pengetahuan yang luas. Seperti Buya Hamka yang sekamping dengan kokita itu. Melakukan amar ma'ruf nahi munkar, mengajak orang kepada kebaikan dan meninggalkan kemunkaran,''kata Amak pelan pelan.
Beliau berhenti sebentar untuk menarik napas. Aku cuma mendengarkan. Kepalaku ini terasa melayang.
Setelah menenngkan diri sejenak dan menghela napas panjang, Amak meneruskan dengan suara bergetar.
''jadi Amak minta minta dengat sangat waang tidak masuk SMA. Bukan karena uang tapi supaya ada bibit unggul yang masuk madrasah aliyyah.''
Aku mengejap ngejap terkejut. Leherku rasanya layu. Kursi rotan tempat duduku rasanya berderit ketika aku menekurkan kepalaku dalam dalam. SMA dunia impian yang sudah aku bangun lama di kepalaku pelan pelan gemeretak, dan runtuh jadi abu dalam sekejap mata.
Bagiku, tiga tahun di madrasah tsanawiyah rasanya sudah cukup untuk mempersiapkan dasar ilmu agama. Kini saatnya aku mendalami ilmu non agama. Tidak madrasah lagi. Aku ingin kuliah di UI, ITB, dan terus ke Jerman seperti Pak Habibie. Kala itu aku menganggap Pak Habibie adalah seperti profesi tersendiri. Aku ingin menjadi orang yang mengerti teori teori ilmu modern, bukan hanya ilmu fiqih dan ilmu hadist. Aku ingin suaraku di dengar di depan civitas akademika, atau dewan gubernur, atau rapat manajer, bukan hanya berceramah didepan mimbar surau dikampungku. Bagaimana mungkin aku bisa menggapai berbagai cita cita besarku ini kalau aku masuk madrasah lagi?
''tapi amak, ambo tidak berbakat dengan ilmu agama. Ambo ingin menjadi ahli insyinyur dan ahli ekonomi,'' tangkisku sempit. Mukaku merah dan mata terasa panas
Mata Amak menerawang sebentar.
''buyuang, sejak waang masih di kandungan , Amak selalu punya cita cita,''mata Amak kembali menatapku.
''Amak ingin anak laki lakiku menjadi seorang pemimpin agama yang hebat dengan pengetahuan yang luas. Seperti Buya Hamka yang sekamping dengan kokita itu. Melakukan amar ma'ruf nahi munkar, mengajak orang kepada kebaikan dan meninggalkan kemunkaran,''kata Amak pelan pelan.
Beliau berhenti sebentar untuk menarik napas. Aku cuma mendengarkan. Kepalaku ini terasa melayang.
Setelah menenngkan diri sejenak dan menghela napas panjang, Amak meneruskan dengan suara bergetar.
''jadi Amak minta minta dengat sangat waang tidak masuk SMA. Bukan karena uang tapi supaya ada bibit unggul yang masuk madrasah aliyyah.''
Aku mengejap ngejap terkejut. Leherku rasanya layu. Kursi rotan tempat duduku rasanya berderit ketika aku menekurkan kepalaku dalam dalam. SMA dunia impian yang sudah aku bangun lama di kepalaku pelan pelan gemeretak, dan runtuh jadi abu dalam sekejap mata.
Bagiku, tiga tahun di madrasah tsanawiyah rasanya sudah cukup untuk mempersiapkan dasar ilmu agama. Kini saatnya aku mendalami ilmu non agama. Tidak madrasah lagi. Aku ingin kuliah di UI, ITB, dan terus ke Jerman seperti Pak Habibie. Kala itu aku menganggap Pak Habibie adalah seperti profesi tersendiri. Aku ingin menjadi orang yang mengerti teori teori ilmu modern, bukan hanya ilmu fiqih dan ilmu hadist. Aku ingin suaraku di dengar di depan civitas akademika, atau dewan gubernur, atau rapat manajer, bukan hanya berceramah didepan mimbar surau dikampungku. Bagaimana mungkin aku bisa menggapai berbagai cita cita besarku ini kalau aku masuk madrasah lagi?
''tapi amak, ambo tidak berbakat dengan ilmu agama. Ambo ingin menjadi ahli insyinyur dan ahli ekonomi,'' tangkisku sempit. Mukaku merah dan mata terasa panas
Komentar
Posting Komentar