POSTINGAN 14
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Sesuai janji saya, hari ini saya akan memberikan postingan selanjutnya...
Setelah merangkul Laili dan Safya, dua adikku yang masih SD, aku berjalan tidak menoleh lagi. Kutinggalkan rumah kayu kontrakkan kami di tengah hamparan sawah yang baru di tanami itu. Selamat tinggal Bayur, kampung kecil yang permai. Halaman depan kami Danau Maninjau yang berkilau kilau, kebun belakang kami bukit hijau berbaris.
Bersama Ayah, aku menumpang bus kecil Harmonis yang terkentut kentut merayapi Kelok Ampek Puluah Ampek. Jalanan mendaki dengan 44 kelok patah. Kawasan Danau Maninjau menyerupai kuali raksasa, dan kami sekarang memanjat dinding kuali untuk keluar. Makin lama kami makin tinggi di atas Danau Maninjau. Dalam 1 jam permukaan danau yang biru tenang itu menghilang fari pandangan mata. Berganti dengan horison yang didominasi 2 puncak gunung yang gagah, merapi yang kepundad aktifnya mengeluarkan asap dan Singgalang yang puncaknya dipeluk awan. Tujuan kami ke kaki Merapi, kota Bukittinggi . Di kota sejuk ini kami berhenti lket bus antar kolam, P.O ANS . Dari Ayah aku tau P.O itu kependekkan dari perusahaan oto bus. Kami naik bus ANS full AC dan video. Kami duduk di kursi berbahan beludru merah yang empuk di baris ketiga dari depan. Aku meminta duduk didekat jendela yang berkaca besar. Bus ini kendaraan terbesar yang aku naiki seumur hidup. Udara dipenuhi aroma pengharum ruangan yang disemprotkan dengan royal oleh stokar ke langit langit dan kolong kursi. Berhadapan dengan pintu paling belakang ada WC kecil. Di barisan belakang kursi terakhir, langsung berbatasan dengan kaca belakang, ada sebidang tempat berukuran satu badan manusia dewasa, lengkap dengan sebuah bantal bluwak dan selimut batang padi yang bergaris hitam putih. Kenek bikang ini kamar tidur pilot. Kata Ayah, setiap delapan jam, dua supir kami bergiliran untuk tidur..
Setelah merangkul Laili dan Safya, dua adikku yang masih SD, aku berjalan tidak menoleh lagi. Kutinggalkan rumah kayu kontrakkan kami di tengah hamparan sawah yang baru di tanami itu. Selamat tinggal Bayur, kampung kecil yang permai. Halaman depan kami Danau Maninjau yang berkilau kilau, kebun belakang kami bukit hijau berbaris.
Bersama Ayah, aku menumpang bus kecil Harmonis yang terkentut kentut merayapi Kelok Ampek Puluah Ampek. Jalanan mendaki dengan 44 kelok patah. Kawasan Danau Maninjau menyerupai kuali raksasa, dan kami sekarang memanjat dinding kuali untuk keluar. Makin lama kami makin tinggi di atas Danau Maninjau. Dalam 1 jam permukaan danau yang biru tenang itu menghilang fari pandangan mata. Berganti dengan horison yang didominasi 2 puncak gunung yang gagah, merapi yang kepundad aktifnya mengeluarkan asap dan Singgalang yang puncaknya dipeluk awan. Tujuan kami ke kaki Merapi, kota Bukittinggi . Di kota sejuk ini kami berhenti lket bus antar kolam, P.O ANS . Dari Ayah aku tau P.O itu kependekkan dari perusahaan oto bus. Kami naik bus ANS full AC dan video. Kami duduk di kursi berbahan beludru merah yang empuk di baris ketiga dari depan. Aku meminta duduk didekat jendela yang berkaca besar. Bus ini kendaraan terbesar yang aku naiki seumur hidup. Udara dipenuhi aroma pengharum ruangan yang disemprotkan dengan royal oleh stokar ke langit langit dan kolong kursi. Berhadapan dengan pintu paling belakang ada WC kecil. Di barisan belakang kursi terakhir, langsung berbatasan dengan kaca belakang, ada sebidang tempat berukuran satu badan manusia dewasa, lengkap dengan sebuah bantal bluwak dan selimut batang padi yang bergaris hitam putih. Kenek bikang ini kamar tidur pilot. Kata Ayah, setiap delapan jam, dua supir kami bergiliran untuk tidur..
Komentar
Posting Komentar